Mahasiswi Fakultas Hukum UNDIP Edukasi Anggota Karang Taruna Desa Karangbrai tentang Hukum Pernikahan Dini
PEMALANG – Pernikahan dini yang terjadi di Tanah Air ikut mendapat sorotan dari United Nations Population Fund (UNFPA). Lembaga internasional ini mencatat, Indonesia berada pada posisi tertinggi ke-8 di dunia dalam hal angka pernikahan anak. Sedangkan, United Nations Children’s Fund (UNICEF) mencatat Indonesia menempati peringkat empat dalam perkawinan anak global dengan jumlah kasus sebanyak 25,53 juta, pada tahun 2023.
Vallentina Putri Raharjo Mahasiswi Fakultas Hukum sebagai salah satu Anggota TIM II KKN Universitas Diponegoro asal Bekasi, melakukan inovasi dalam melaksanakan program kerja monodisiplinnya, yakni melakukan penyuluhan terkait Undang-Undang Perkawinan guna mencegah angka pernikahan dini di Desa Karangbrai. Hal ini dilakukan semata-mata agar melawan stigma bahwa pernikahan dini merupakan hal yang wajar sekaligus mengajak masyarakat paham hukumnya secara menyeluruh. Berangkat dari keresahan yang hadir di tengah-tengah masyarakat, khususnya bagi mereka yang masih usia remaja, dimana masih maraknya kasus kehamilan di luar nikah.
Program ini dilaksanakan pada pertemuan karang taruna Desa Karangbrai pada tanggal 10 Agustus 2024 yang bertempat di Balai Desa Karangbrai. Vallen sebagai speaker, hadir membersamai kawan-kawan semua yang hadir dengan diskusi yang sangat interaktif, dimana ia melakukan sosialisasi mengenai seluk beluk pernikahan dini, namun dari sisi yang lain, yakni dari sisi hukumnya.
Mahasiswi KKN UNDIP Mengajak Masyarakat Paham Hukumnya
Sebagaimana yang kita pahami bersama, bahwa pada dasarnya, menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disebutkan tepatnya dalam Pasal 1 bahwa “Perkawinan merupakan ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Pun disebutkan di dalam Pasal 7 ayat (1) bahwa “Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.” Dengan aturan yang dibuat oleh pemerintah dalam mengatur batasan usia seseorang untuk legal melakukan pernikahan, pasti didasari oleh pertimbangan-pertimbangan tertentu misalnya terkait kesehatan reproduksi yang sudah matang.
Jika menyoal terkait penyebabnya, setidaknya terdapat beberapa faktor, diantaranya: pertama karena alasan kemiskinan. Kedua adalah karena alasan akses pendidikan yang terbatas. Tingkat pendidikan maupun pengetahuan anak yang rendah dapat menyebabkan adanya kecenderungan melakukan pernikahan di usia dini. Ketiga karena alasan budaya yang mengikat, kuatnya norma tradisional dan tekanan masyarakat juga menambah kemungkinan bagi keluarga yang berisiko terhadap pernikahan dini untuk mengambil sikap pro terhadap pernikahan dini tanpa mempertimbangkan kemungkinan lainnya. Keempat, perubahan tata nilai dalam masyarakat. Anak-anak sekarang lebih permisif terhadap calon pasangannya (seks bebas dan kehamilan yang tidak dikehendaki).
Dampak Pernikahan Dini Begitu Besar
Berbicara dampaknya, pernikahan dini tidak boleh dipandang sebelah mata, Menurut Indriayani (2014), pernikahan di bawah usia batas normal atau pernikahan dini mempunyai beberapa dampak segi kesehatan, fisik mental maupun masyarakat. Mulai dari dampak segi kesehatan, yaitu banyaknya pasangan usia muda khususnya perempuan yang memiliki angka kematian yang tinggi disebabkan oleh proses melahirkan, hingga kematian bayi, pun kemungkinan dampak terhadap kesehatan reproduksi yang tentunya akan memiliki pengaruh tersendiri bagi kesehatan seorang ibu dan anak. Dari segi psikologis, meningkatnya resiko depresi serta isolasi (kesepian). Hingga segi pendidikan karena pendidikan merupakan salah satu sarana dalam melakukan sebuah pendewasaan pada usia menikah dan mempunyai kesiapan untuk mengarungi bahtera hidup berumah tangga.
Berkaca dari sederet faktor dan dampak dari praktik pernikahan dini, faktanya, pernikahan dini masih menjadi hal yang lumrah di tengah masyarakat pedesaan. Bagi masyarakat, persoalan pernikahan masih menjadi tabu, belum menyeluruhnya pemahaman bahwa secara hakikat sebuah pernikahan bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Pernikahan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Oleh karena itu, diperlukan penyuluhan mengenai dasar, urgensi, serta implementasi perkawinan sebagaimana termaktub di dalam Undang-Undang Perkawinan sebagai upaya pemahaman serta internalisasi nilai-nilai guna dapat mempersiapkan berbagai aspek dalam melaksanakan pernikahan. Harapannya, kegiatan ini akan memberikan pemahaman menyeluruh terkait pernikahan dini dari sisi yang lebih luas, dan membuka mindset masyarakat setempat bahwa pernikahan dini tidak seharusnya menjadi suatu hal yang wajar di tengah masyarakat.
Penulis:
Vallentina Putri Raharjo / Fakultas Hukum / 11000121140636
Lokasi:
Desa Karangbrai, Kecamatan Bodeh, Kabupaten Pemalang
Dosen Pembimbing Lapangan:
Nurhadi Bashit, ST., M.Eng
KKN TIM II UNIVERSITAS DIPONEGORO 2024
Editor: Faishal Abdul Harist